Postingan populer dari blog ini
MISA SYUKUR INKULTURASI SUNDA CIGUGUR
Masyarakat “Sunda Katolik” Cigugur Menjadi Katolik, sepertinya adalah hal yang kurang lumrah bagi sebagian masyarakat Sunda. Hal tersebut dianggap merupakan hal yang kurang lazim dalam komunitas Sunda. Terlebih setelah masyarakat Parahyangan seolah “diislamisasi” pasca runtuhnya Kerajaan Hindu-Buddha di Tanah Padjajaran. Sudah tertanam sejak lama bahwa “urang Sunda” identik dengan Islam. Tapi hal ini sepertinya tidak berlaku bagi masyarakat Cigugur, Kuningan. Khususnya “urang Sunda” mantan pengikut Agama Djawa Sunda yang menjadi umat Katolik, dikenal pula sebagai Madraisme karena mengambil nama pendirinya, Pangeran Madrais Alibasa Widjaja Ningrat, yang dipercaya sebagai keturunan Sultan Gebang Pangeran Alibasa I. Bagi masyarakat Sunda (eks-ADS), peristiwa menjadi Katolik dikenal sebagai “Peristiwa Cigugur” (Sejarah Gereja Katolik Indonesia, 1974:834-838), yakni sejak organisasi ADS dibubarkan oleh Pangeran Tedja Buana, cucu Pangeran Madrais, pemimpin ADS, pada 21 September 1964,
The TAIZE COMMUNITY FOTO ALBUM AND MP4
DARI DESA TAIZE DI PERANCIS KERAJAAN ALLAH DISEBAR LUASKAN DALAM PERSAUDARAAN BRUDER2 TAIZE JUTAANORANG SETIAP TAHUN BERKUNJUNG KE TAIZE GUNA TURUT AMBIL BAGIAN DALAM DOA HENING DI TAIZE SALIB SAN DAMIANO , SEMANGAT PERSAUDARAAN FRANSISKAN MENJADI YANG UTAMA DALAM KOMUNITAS BRUDER2 TAIZE. DALAM TATA CARA HIDUPNYA,TAK JAUH DARI SEMANGAT FRANSISKAN, NAMUN KOMUNITAS INI MEMILIKI ANGGARAN DASAR SENDIRI YANG BARU DISEMPURNAKAN TAHUN 1950 SALIB PERSAUDARAAN KOMUNITAS TAIZE SALIB TAO LAMBANG PENTOBATAN FRANSISKAN SAAT BERKUNJUNG KE FILIPHINA MEMBANTU KORBAN GEMPA DI HAITI DI INDIA KOMUNITAS TAIZE DI TIMOR TIMUR/DILI TAIZE DI TIMOR TIMOR/DILI RIBUAN KAUM MUDA DATANG DARI PENJURU DUNIA GUNA BERSATU DALAM DOA HENING DI TAIZE SATU KEBUTUHAN ROHANI DIABAD INI DALAM MENCARI KETENANGAN HIDUP DAN MENGENAL KASIH TUHAN YANG KIAN DISADARINYA "AKU
Tarian Jaipong Seni Tari Asal Jawa Barat
BalasHapusFebruari 5, 2009 in minat
Jaipongan adalah seni tari yang lahir dari kreativitas seorang seniman asal Bandung, Gugum Gumbira. Ia terinspirasi pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan atau Bajidoran atau Ketuk Tilu. Sehingga ia dapat mengembangkan tarian atau kesenian yang kini di kenal dengan nama Jaipongan.
Karya Jaipongan pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari “Daun Pulus Keser Bojong” dan “Rendeng Bojong” yang keduanya merupakan jenis tari putri dan tari berpasangan (putra dan putri). Awal kemunculan tarian tersebut semula dianggap sebagai gerakan yang erotis dan vulgar, namun semakin lama tari ini semakin popular dan mulai meningkat frekuensi pertunjukkannya baik di media televisi, hajatan, maupun perayaan-perayaan yang disenggelarakan oleh pemerintah atau oleh pihak swasta.
Dari tari Jaipong ini mulai lahir beberapa penari Jaipongan yang handal seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kirniadi. Kehadiran tari Jaipongan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap para pencinta seni tari untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian rakyat yang sebelumnya kurang di perhatikan. Dengan munculnya tari Jaipongan ini mulai banyak yang membuat kursus-kursus tari Jaipongan, dan banyak dimanfaatkan oleh para pengusaha untuk pemikat tamu undangan.
Di Subang Jaipongan gaya “Kaleran” memiliki ciri khas yakni keceriaan, erotis, humoris, semangat, spontanitas, dan kesederhanaan. Hal itu tercermin dalam pola penyajian tari pada pertunjukannya, ada yang diberi pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung, juga ada pula tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada seni Jaipongan Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada Jaipongan gaya kaleran, terutama di daerah Subang.
Tari Jaipongan pada saat ini bisa disebut sebagai salah satu tarian khas Jawa Barat, terlihat pada acara-acara penting kedatangan tamu-tamu dari Negara asing yang datang ke Jawa Barat, selalu di sambut dengan pertunjukkan tari Jaipongan. Tari Jaipongan ini banyak mempengaruhi pada kesenian-kesenian lainnya yang ada di Jawa Barat, baik pada seni pertunjukkan wayang, degung, genjring dan lainnya yang bahkan telah dikolaborasikan dengan Dangdut Modern oleh Mr. Nur dan Leni hingga menjadi kesenian Pong-Dut.